Post Top Ad

Post Top Ad

Post Top Ad

Beauty

Recent

About Us

Monday, September 5, 2016

Sajak untuk Ayah




Assalamu’alaikum wr. wb
          Haloo, Al-reader semua, yang pastinya keren kaya Al ini, bagaimana kabarnya? Sehat, ya. Pasti udah kangen sama Al ya, ditinggal dua minggu tanpa kata-kata manis yang merindukan (ehm). Oke, langsung aja daripada kelamaan dan malah buat Al-reader tambah kangen, cekidot ke topik pembahasan kali ini. Pada beberapa postingan sebelumnya Al telah membagikan sajak tentang ibu (Baca disini) dan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada ibunda. Tentang jasa-jasa beliau yang sangat besar kepada kita semua sehingga kita sampai saat ini masih sehat dan bugar (olahraga kali, ya). Dan pada kesempatan kali inilah Al akan membagikan sajak tentang Ayah, jadi sebelumnya ada postingan puisi tentang ibu sekarang ada postingan puisi tentang ayah (jadi lengkap, kan). Sehingga Al mengharapkan kepada Al-reader semua untuk tidak hanya bersikap baik kepada ibunda saja tetapi juga harus bersikap baik kepada ayah. Karena mereka berdualah orang tua kita, tanpa adanya ibu kita tidak akan pernah ada dan sebaliknya, tanpa adanya ayah kita juga tidak akan pernah tercipta. Itulah yang menjadi dasar Al menulis postingan pada kesempatan yang indah dan cerah ini (mirip cuaca, ya).

          Seperti yang telah kita tahu bahwa ayah adalah seseorang yang sangat berjasa, terutama kepada kita semua. Hal ini tidak bisa dibantah dan ditolak dengan cara apapun sebagaimana ibu telah berjasa kepada kita jua. Walaupun ayah tidak mempertaruhkan nyawanya saat kita dilahirkan ke dunia, tetapi ayah pasti akan mempertaruhkan segala hal agar kita bisa hidup dalam kecukupan (percayalah). Karena seburuk-buruknya seorang ayah pastilah tidak menginginkan anak dan keluarganya hidup dalam kesengsaraan. Ini dibuktikan secara nyata bahwa ayah adalah tulang punggung keluarga dengan artian segala beban keluarga seperti nafkah, rumah, makanan dan sebagainya ada pada tanggungjawabnya. Hal-hal itu dan masih banyak hal lainnya ada pada punggung dan pundaknya yang senantiasa ia panggul agar keluarganya tidak merasakan beratnya hal tersebut. Tanggungjawab beliau tidaklah ringan karena harus bisa meng-handle seluruh kebutuhan keluarga dengan baik dan amanah. Bahkan banyak di luar sana ayah-ayah yang bekerja tidak mengenal waktu. Berangkat bekerja saat anak-anaknya masih tidur dan pulang bekerja ketika anak-anaknya sudah tidur. Ini tidak berarti bahwa sang ayah tidak sayang kepada keluarganya dengan bekerja sehari penuh, melainkan ini adalah bukti nyata bagaimana sayangnya ayah kepada keluarganya. Segala hasil yang ia raih dari bekerja pastilah hanya untuk keluarga, semua keringat yang ia tumpahkan hanya demi istri dan anak-anaknya bisa tersenyum bahagia, dan bahkan segala usahanya tidak demi dirinya sendiri tetapi juga harus bisa membuat keluarganya hidup dalam kesejahteraan. Dari penjelasan singkat tentang tanggungjawab beliau, tidaklah patut untuk kita meremehkan ayah dengan alasan apapun, apalagi berlagak acuh di depan beliau. Sangat tidak sopan bagi kita sebagai anaknya melakukan hal itu.


          Ayah adalah figur yang paling cepat dicontoh oleh anaknya setelah ibunda. Setiap cara beliau melakukan sesuatu hal ataupun cara berbicaranya pasti akan dicontoh oleh anaknya. Dan di luar sana juga masih banyak sekali contoh figur ayah yang patut kita jadikan panutan dalam hidup selain ayah kita sendiri. Sebagai contoh ada seorang ayah yang rela bekerja hanya sebagai pemulung sampah demi sesuap nasi, ayah tersebut berpanas-panasan untuk mengais sampah di tempat-tempat yang kotor. Mengais rezeki dari sampah yang dibuang oleh orang-orang. Apakah itu sebuah dosa? Tentu bukan. Malah sebaliknya, itu adalah sebuah hal yang mulia karena beliau melakukannya dengan hati yang ikhlas demi keluarganya agar bisa makan bahkan itu hanya nasi dan garam saja. Selama cara-cara yang dilakukan tidak melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku, menjadi pemulung tetaplah lebih mulia dibandingkan menjadi pengemis dan turun meminta di jalanan. Dengan kesulitan-kesulitan yang terus dihadapi oleh beliau tanpa henti menghampirinya, beliau tetap melakukannya tanpa rasa mengeluh, karena bagi beliau senyum keluarganya adalah hal yang membuatnya terus bersemangat untuk mencari nafkah. Beliau tidak makan satu haripun tidak mengapa karena yang penting keluarganya bisa kenyang setiap harinya. Keluarga adalah orientasinya untuk terus berusaha dan mencari rezeki setiap harinya. Dari satu contoh figur ayah di atas, kita bisa membayangkan betapa besar jasa beliau, walaupun tanpa hasil yang besar dari hasil memulung sampah, tetapi dengan rasa syukur yang meliputi dalam keluarganya, itulah hal yang akan membuat rezeki menjadi berkah.

          Sebagai contoh figur ayah lain yang patut dicontoh adalah ayah yang membawa anaknya dengan becak. Anaknya yang tidak bisa berjalan karena sakit terus dibawa oleh ayahnya kemanapun dengan becak yang dikayuhnya. Beliau tidak memiliki rumah sehingga hal ini dilakukannya setiap hari. Beliau terus mengayuh becaknya keliling kota untuk menjual barang dagangannya yang diangkut bersama dengan anaknya di atas becak. Betapa kuatnya beliau menanggung setiap cobaan yang diberikan Tuhan kepadanya tanpa rasa menyesal ataupun mengeluh. Beliau bisa mengemis di jalanan (dengan hasil yang lebih tinggi) tetapi beliau lebih memilih untuk berjualan dengan berkeliling kota. Beliau memiliki prinsip bahwa mengemis hanya untuk orang-orang yang lemah, selama Tuhan masih memberinya kekuatan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lakukanlah. Karena nikmat yang dinamakan sehat itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin.


          Dari kedua contoh ayah di atas, kita bisa mengambil hikmah dan manfaat untuk kehidupan (khususnya untuk diri sendiri). Bahwa ayah adalah figur yang tidak kalah penting bagi kita untuk menghormati, menyayangi, menghargai dan menggembirakannya. Mengingat banyaknya jasa yang telah beliau berikan kepada kita semua, memuliakannya adalah balasan yang paling baik dari kita kepada ayahanda.

          Di sisi lain, waktu teruslah berjalan dan tanpa henti. Begitupun kehidupan yang selalu datang bersamaan dengan halangan yang menghadang. Dari masalah-masalah yang kecil hingga masalah-masalah yang besar. Kehidupan memang selalu seperti layaknya angin ribut, datang merusak segalanya. Tetapi bagi insan yang memiliki pondasi dan pegangan yang kuat pastilah bisa bertahan akan semua itu. Dan ini bisa kita ambil dari kedua sosok ayah di atas. Dengan segala keterbatasan dan cobaan yang beliau dapatkan, keyakinan yang dimilikinya masih tetap kuat untuk berpegang teguh dalam kebenaran.


Pastinya setiap ayah menasihati anaknya agar selalu melakukan hal yang baik (jika ada yang memerintahkan untuk keburukan, perlulah sifat ke-ayah-annya dicek). Beliau melakukannya tanpa alasan yang lain kecuali agar anaknya bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Beliau mengajarkan sedari kita kecil untuk selalu berperilaku baik kepada siapapun (bahkan ada yang masih sering menasihati sampai anaknya dewasa). Dari mulai kita diajari untuk bersalaman sampai dengan kita diajari untuk berbicara yang sopan kepada orang lain. Dari hal-hal yang kecil sampai dengan hal-hal yang besar, dari hal-hal yang menyangkut tentang keduniawian sampai dengan hal-hal yang berkaitan dengan akhirat.

Melanjutkan paragraf sebelumnya, berhubungan dengan akhirat, pastinya setiap ayah mengajarkan tentang spritual dan agama, kan. Sebagai salah satu contohnya adalah di dalam Islam pastinya kita diajarkan tentang Al-Quran. Saat kita masih anak-anak, ayah mengajarkan dan membimbing kita untuk bisa membaca Al-Quran dengan baik. Pertama, kita dikenalkan dengan huruf hijaiyah. Selanjutnya kita dibimbing agar bisa membaca Iqro. Dan langkah selanjutnya kita diajarkan untuk menghafal do’a-do’a pendek yang biasa kita gunakan sehari-hari. Dan pada akhirnya kita diajarkan untuk membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Beliau melakukannya dengan penuh rasa ikhlas dan sabar (tentunya kita sangat rewel dulu), tanpa mengharapkan uang ataupun harta yang lain. Beliau hanya ingin anaknya bisa berguna dan bermanfaat bagi agamanya. Selain dengan cara di atas, ayah juga mengajarkan kita lewat gerak-gerik dan ucapan dalam kesehariannya. Dimulai dengan bagaimana ia melafalkan setiap ayat-ayat Al-Quran dengan baik sampai dengan mencontohkan cara bekerja dan belajar yang benar. Itu semua beliau lakukan setiap harinya agar bisa dicontoh oleh anaknya (kalau dari Al, ayah memang top).


          Dari setiap pembelajaran yang kita dapat dari figur ayah, pastinya sangat banyak yang dapat kita contoh dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi ingatlah bahwa waktu teruslah berjalan, segala hal pastinya akan berubah dalam waktu cepat ataupun lambat tanpa terkecuali. Ayah yang dulu selalu semangat membimbing kita setiap harinya semasa muda, mulai tidak bisa mengajarkan banyak hal kepada kita karena usia yang telah menua. Ayah yang dulu selalu menitah kita untuk belajar berjalan, sekarang telah susah hanya sekedar untuk berdiri. Waktu terus berjalan seiring dengan perubahan yang tiada henti terus menghampiri. Kita yang dulu kecil dan selalu manja kepada ayah telah tumbuh menjadi seseorang yang dewasa dan memiliki pegangan hidup yang kuat. Dan apa yang akan kita lakukan? Sebagai manusia yang dewasa kita harus bisa menjalankan amanat yang beliau sampaikan kepada kita saat muda, yaitu jadilah seseorang yang bermanfaat bagi sesama. Lakukanlah banyak hal yang membuat perubahan ke arah yang lebih baik dalam masyarakat. Lakukanlah hal-hal yang hebat dan berdampak pada lingkungan dimana kita tinggal. Dan lakukanlah segala hal yang membuat ayah kita bangga atas apa yang kita perbuat kepada sesama. Pada dasarnya setiap hal yang baik adalah sesuatu yang pastinya akan membuat ayah kita tersenyum bangga atas anaknya. Jadi, hanya lakukanlah hal yang hebat dan baik saja.


          Selanjutnya, contoh di atas adalah bagaimana kita berperan sebagai manusia yang dewasa dan bermanfaat bagi orang lain. Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai anak dari ayah? Seiring beliau menua dan tidak bisa melakukan banyak hal seperti dulu lagi, maka jadilah kita sebagai “jembatan” bagi keinginan beliau untuk tercapai. Karena pastinya setiap manusia memiliki cita-cita dan dari cita-cita itu ada yang belum bisa terlaksana. Kita sebagai anaknya harus bisa menjembatani dan membantu cita-cita ayah yang belum terlaksana itu. Sebagai contoh, jika ayah ingin membangun sebuah panti asuhan dan keinginan tersebut belumlah tercapai, maka kita sebagai anak berkewajiban untuk mewujudkan cita-cita tersebut secara maksimal. Di sisi lain kita juga harus merawat dan menyayangi beliau dengan sepenuh hati. Janganlah mengharapkan yang muluk-muluk, rawatlah beliau, sayangilah beliau. Itulah hal yang bisa kita lakukan sebagai anak yang berbakti kepada ayah.

          Lalu bagaimana jika kita tidak bisa menjadi “jembatan” cita-cita beliau untuk tercapai? Kita pastinya tahu bahwa ayah adalah sosok dan figur yang memiliki rasa kewibawaan dan kebijaksanaan yang tinggi. Beliau tidak akan sedih bahkan jika keinginannya tidak  bisa tercapai dengan baik. Yang perlu kita lakukan hanya berusaha sebaik mungkin agar cita-cita tersebut bisa tercapai. Masalah keinginan tersebut bisa tercapai dengan sukses ataupun gagal adalah hal yang tidak terlalu penting. Karena yang terpenting adalah usaha kita yang maksimal untuk mewujudkan keinginan dan cita-cita ayah tercinta.


          Dan pesan terakhir dari Al untuk kita semua adalah jangan sampai lupa untuk mendo’akan yang terbaik bagi ayahanda. Tidak ada yang lebih baik dari do’a seorang anak yang sholeh/sholehah kepada ayahandanya. Entah itu saat ayahanda masih hidup ataupun sudah meninggal. Do’akanlah beliau dengan perasaan yang ikhlas. Bagi ayahandanya yang masih hidup do’akanlah agar beliau tetap sehat dan dapat terus menemani kita dalam waktu yang lama. Habiskanlah waktu dengan beliau dengan bercerita tentang hal-hal yang beliau sukai (jangan malah bercerita hal yang aneh bagi beliau). Rawatlah beliau dengan sepenuh hati karena kita tidak akan pernah tahu kapan dan bagaimana waktu merenggut segalanya tanpa pemberitahuan. Sekali lagi, do’akanlah dan rawatlah beliau.

          Bagi Al-reader yang telah ditinggal oleh ayahanda untuk selama-lamanya janganlah bersedih hati. Beliau tetaplah hidup sebagai jiwa pada diri Al-reader. Senangkanlah jiwa beliau dengan selalu mendo’akannya agar bisa ditempatkan dalam tempat yang mulia. Tidak ada yang lebih baik yang bisa kita lakukan selain mendo’akannya dalam kebaikan. Lakukanlah hal-hal yang membuat beliau tersenyum lebar di alam sana. Bantulah orang lain dan jadilah seseorang yang bermanfaat bagi banyak orang, tentulah itu adalah sebuah harapan bagi setiap ayah. Usahakanlah yang terbaik untuk mewujudkan harapan beliau yang belum sempat tercapai. Dan jadilah sebuah “jembatan” yang kokoh, yang bisa menjadi jalan bagi perubahan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga kita bisa menjadi seorang anak yang sesuai dengan apa yang ayahanda inginkan. Aamiin.


          Mungkin hanya itu yang bisa Al sampaikan pada kesempatan kali ini. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam tulisan dan penyampaian dalam postingan ini. Semoga dengan penjelasan singkat yang Al tulis di atas tentang ayah bisa mengubah pandangan kita kepada ayah untuk jauh lebih baik lagi. Karena tanpa jasanya kita tidak akan bisa menjadi manusia seperti sekarang ini -manusia yang sukses dan memiliki jabatan yang tinggi dalam masyarakat- dan tidak akan bisa bermanfaat bagi sesama. Al tekankan sekali lagi bahwa jasa-jasa beliau sangatlah besar untuk setiap dari kita.

Dan sekarang adalah waktunya Al untuk membagikan sajak seperti sebelum-sebelumya. Sajak kali ini berjudul “Ayahku”, yang menceritakan betapa besar jasa-jasa beliau kepada anaknya yaitu kita. Semoga bisa menginspirasi serta bermanfaat, dan terimakasih atas perhatian dari Al-reader semua. Sampai jumpa lagi di postingan selanjutnya. See you.


Ayahku
Fahd Al Fauzi

Engkau pergi lewati tapal batas demi sesuap nasi
Melawan kerasnya hidup yang terus menghimpit tanpa ampun
Dengan banyakmya peluh menyelimuti tubuh
Kau tetap tegar menghantam masa
Pundak yang semakin lapuk terus kau paksa memanggul beban
Beban yang kini bak gunung menjulang
Membuat punggung yang dulu tegak sekarang membungkuk mendekat Illahi
Tatkala wajah tegasmu siratkan kuatnya diri
Namun gurat-gurat halus yang tergambar tak sedemikian menutupi
Pahitnya dunia selalu kau kecap tanpa rasa keluh
Kaki yang dulu berlari gagah penuh keyakinan sekarang hanya melangkah pelan lewati lika-liku zaman
Tangan yang dulu kekar mencengkeram sekarang hanya mampu menggenggam dengan lemah
Seiring tubuh semakin redup lintasi waktu
Kau ajarkan nilai lewat sebuah senyum
Tetap pada sebuah buku tebal yang kau tunjuk sebagai pedoman
Buku yang kau lafal tiada henti dengan suara merdu
Lantunan yang buat alam pun diam sejenak meresapi
Sebagai benteng setia di dalam hati

Wahai ayahku tercinta, tiada terimakasih yang dapat membalas jasamu
Bahkan emas tak dapat membayar peluhmu yang jatuh
Bahkan berlian pun tak bisa mengganti air matamu yang menetes
Bahkan bergelimangnya uang tak ‘kan cukup membayar ilmu dari titahmu
Namun, perkenankanlah do’a yang terucap lirih ini sepanjang malam
Do’a yang selalu keluar dari hati dengan tetesan air mata
Berharap bisa membayar hutang kepadamu
Walau ku tahu bahwa itu mustahil ‘tuk terjadi

Banyumas, 10 Juli 2016

Gambar

#Jangan lupa share ya (ada di bawah sumber gambar) :)

Sumber gambar : 








No comments:

Post a Comment