Assalamu’alaikum wr. wb
Haloo,
Al-reader semua, yang pastinya keren kaya Al ini, bagaimana kabarnya? Sehat,
ya. Pasti udah kangen sama Al ya, ditinggal dua minggu tanpa kata-kata manis
yang merindukan (ehm). Oke, langsung aja daripada kelamaan dan malah buat
Al-reader tambah kangen, cekidot ke
topik pembahasan kali ini. Pada beberapa postingan sebelumnya Al telah
membagikan sajak tentang ibu (Baca disini) dan bagaimana seharusnya kita
bersikap kepada ibunda. Tentang jasa-jasa beliau yang sangat besar kepada kita
semua sehingga kita sampai saat ini masih sehat dan bugar (olahraga kali, ya). Dan
pada kesempatan kali inilah Al akan membagikan sajak tentang Ayah, jadi sebelumnya ada
postingan puisi tentang ibu sekarang ada postingan puisi tentang ayah (jadi
lengkap, kan). Sehingga Al mengharapkan kepada Al-reader semua untuk tidak hanya bersikap baik kepada ibunda
saja tetapi juga harus bersikap baik kepada ayah. Karena mereka berdualah
orang tua kita, tanpa adanya ibu kita tidak akan pernah ada dan sebaliknya, tanpa
adanya ayah kita juga tidak akan pernah tercipta. Itulah yang menjadi dasar Al
menulis postingan pada kesempatan yang indah dan cerah ini (mirip cuaca, ya).
Seperti
yang telah kita tahu bahwa ayah adalah seseorang yang sangat berjasa, terutama
kepada kita semua. Hal ini tidak bisa dibantah dan ditolak dengan cara apapun sebagaimana
ibu telah berjasa kepada kita jua. Walaupun ayah tidak mempertaruhkan nyawanya
saat kita dilahirkan ke dunia, tetapi ayah pasti akan mempertaruhkan segala hal
agar kita bisa hidup dalam kecukupan (percayalah). Karena seburuk-buruknya
seorang ayah pastilah tidak menginginkan anak dan keluarganya hidup dalam
kesengsaraan. Ini dibuktikan secara nyata bahwa ayah adalah tulang punggung keluarga dengan artian segala beban
keluarga seperti nafkah, rumah, makanan dan sebagainya ada pada
tanggungjawabnya. Hal-hal itu dan masih banyak hal lainnya ada pada punggung
dan pundaknya yang senantiasa ia panggul agar keluarganya tidak merasakan
beratnya hal tersebut. Tanggungjawab beliau
tidaklah ringan karena harus bisa meng-handle
seluruh kebutuhan keluarga dengan baik dan amanah. Bahkan banyak di luar sana ayah-ayah
yang bekerja tidak mengenal waktu. Berangkat bekerja saat anak-anaknya masih
tidur dan pulang bekerja ketika anak-anaknya sudah tidur. Ini tidak berarti
bahwa sang ayah tidak sayang kepada keluarganya dengan bekerja sehari penuh,
melainkan ini adalah bukti nyata bagaimana sayangnya ayah kepada keluarganya. Segala
hasil yang ia raih dari bekerja pastilah hanya untuk keluarga, semua keringat
yang ia tumpahkan hanya demi istri dan anak-anaknya bisa tersenyum bahagia, dan
bahkan segala usahanya tidak demi dirinya sendiri tetapi juga harus bisa
membuat keluarganya hidup dalam kesejahteraan. Dari penjelasan singkat tentang
tanggungjawab beliau, tidaklah patut untuk kita meremehkan ayah dengan alasan
apapun, apalagi berlagak acuh di depan beliau. Sangat tidak sopan bagi kita
sebagai anaknya melakukan hal itu.
Ayah
adalah figur yang paling cepat dicontoh oleh anaknya setelah ibunda. Setiap
cara beliau melakukan sesuatu hal ataupun cara berbicaranya pasti akan dicontoh
oleh anaknya. Dan di luar sana juga masih banyak sekali contoh figur ayah yang patut kita jadikan panutan
dalam hidup selain ayah kita sendiri. Sebagai contoh ada seorang ayah yang rela
bekerja hanya sebagai pemulung sampah demi sesuap nasi, ayah tersebut
berpanas-panasan untuk mengais sampah di tempat-tempat yang kotor. Mengais
rezeki dari sampah yang dibuang oleh orang-orang. Apakah itu sebuah dosa? Tentu bukan. Malah sebaliknya, itu adalah
sebuah hal yang mulia karena beliau melakukannya dengan hati yang ikhlas demi
keluarganya agar bisa makan bahkan itu hanya nasi dan garam saja. Selama
cara-cara yang dilakukan tidak melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku, menjadi pemulung tetaplah lebih mulia
dibandingkan menjadi pengemis dan turun meminta di jalanan. Dengan
kesulitan-kesulitan yang terus dihadapi oleh beliau tanpa henti menghampirinya,
beliau tetap melakukannya tanpa rasa mengeluh, karena bagi beliau senyum
keluarganya adalah hal yang membuatnya terus bersemangat untuk mencari nafkah.
Beliau tidak makan satu haripun tidak mengapa karena yang penting keluarganya
bisa kenyang setiap harinya. Keluarga adalah orientasinya untuk terus berusaha
dan mencari rezeki setiap harinya. Dari satu contoh figur ayah di atas, kita
bisa membayangkan betapa besar jasa beliau, walaupun tanpa hasil yang besar dari
hasil memulung sampah, tetapi dengan rasa syukur yang meliputi dalam
keluarganya, itulah hal yang akan membuat
rezeki menjadi berkah.
Sebagai
contoh figur ayah lain yang patut dicontoh adalah ayah yang membawa anaknya dengan becak. Anaknya yang tidak bisa
berjalan karena sakit terus dibawa oleh ayahnya kemanapun dengan becak yang
dikayuhnya. Beliau tidak memiliki rumah sehingga hal ini dilakukannya setiap
hari. Beliau terus mengayuh becaknya keliling kota untuk menjual barang
dagangannya yang diangkut bersama dengan anaknya di atas becak. Betapa kuatnya
beliau menanggung setiap cobaan yang diberikan Tuhan kepadanya tanpa rasa
menyesal ataupun mengeluh. Beliau bisa mengemis di jalanan (dengan hasil yang
lebih tinggi) tetapi beliau lebih memilih untuk berjualan dengan berkeliling
kota. Beliau memiliki prinsip bahwa mengemis
hanya untuk orang-orang yang lemah, selama Tuhan masih memberinya kekuatan
untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lakukanlah. Karena nikmat yang dinamakan sehat itu harus dimanfaatkan sebaik
mungkin.
Dari
kedua contoh ayah di atas, kita bisa mengambil hikmah dan manfaat untuk
kehidupan (khususnya untuk diri sendiri). Bahwa ayah adalah figur yang tidak
kalah penting bagi kita untuk menghormati, menyayangi, menghargai dan
menggembirakannya. Mengingat banyaknya jasa yang telah beliau berikan kepada
kita semua, memuliakannya adalah balasan yang paling baik dari kita kepada
ayahanda.
Di
sisi lain, waktu teruslah berjalan dan tanpa henti. Begitupun kehidupan yang
selalu datang bersamaan dengan halangan yang menghadang. Dari masalah-masalah
yang kecil hingga masalah-masalah yang besar. Kehidupan memang selalu seperti layaknya angin ribut, datang
merusak segalanya. Tetapi bagi insan yang memiliki pondasi dan pegangan yang
kuat pastilah bisa bertahan akan semua itu. Dan ini bisa kita ambil dari kedua
sosok ayah di atas. Dengan segala keterbatasan dan cobaan yang beliau dapatkan,
keyakinan yang dimilikinya masih tetap
kuat untuk berpegang teguh dalam kebenaran.
Pastinya setiap ayah menasihati
anaknya agar selalu melakukan hal yang baik (jika ada yang memerintahkan untuk keburukan, perlulah sifat
ke-ayah-annya dicek). Beliau melakukannya tanpa alasan yang lain kecuali
agar anaknya bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama. Beliau mengajarkan
sedari kita kecil untuk selalu berperilaku baik kepada siapapun (bahkan ada
yang masih sering menasihati sampai anaknya dewasa). Dari mulai kita diajari
untuk bersalaman sampai dengan kita diajari untuk berbicara yang sopan kepada
orang lain. Dari hal-hal yang kecil sampai dengan hal-hal yang besar, dari
hal-hal yang menyangkut tentang keduniawian sampai dengan hal-hal yang
berkaitan dengan akhirat.
Melanjutkan paragraf sebelumnya,
berhubungan dengan akhirat, pastinya setiap ayah mengajarkan tentang spritual
dan agama, kan. Sebagai salah satu contohnya adalah di dalam Islam pastinya
kita diajarkan tentang Al-Quran. Saat kita masih anak-anak, ayah mengajarkan
dan membimbing kita untuk bisa membaca Al-Quran dengan baik. Pertama, kita
dikenalkan dengan huruf hijaiyah. Selanjutnya kita dibimbing agar bisa membaca
Iqro. Dan langkah selanjutnya kita diajarkan untuk menghafal do’a-do’a pendek
yang biasa kita gunakan sehari-hari. Dan pada akhirnya kita diajarkan untuk
membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Beliau melakukannya dengan penuh rasa
ikhlas dan sabar (tentunya kita sangat rewel dulu), tanpa mengharapkan uang
ataupun harta yang lain. Beliau hanya ingin anaknya bisa berguna dan bermanfaat
bagi agamanya. Selain dengan cara di atas, ayah juga mengajarkan kita lewat
gerak-gerik dan ucapan dalam kesehariannya. Dimulai dengan bagaimana ia
melafalkan setiap ayat-ayat Al-Quran dengan baik sampai dengan mencontohkan
cara bekerja dan belajar yang benar. Itu semua beliau lakukan setiap harinya
agar bisa dicontoh oleh anaknya (kalau dari Al, ayah memang top).
Dari
setiap pembelajaran yang kita dapat dari figur ayah, pastinya sangat banyak
yang dapat kita contoh dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi ingatlah bahwa waktu teruslah
berjalan, segala hal pastinya akan berubah dalam waktu cepat ataupun lambat
tanpa terkecuali. Ayah yang dulu selalu semangat membimbing kita setiap
harinya semasa muda, mulai tidak bisa mengajarkan banyak hal kepada kita karena
usia yang telah menua. Ayah yang dulu selalu menitah kita untuk belajar
berjalan, sekarang telah susah hanya sekedar untuk berdiri. Waktu terus berjalan
seiring dengan perubahan yang tiada henti terus menghampiri. Kita yang dulu
kecil dan selalu manja kepada ayah telah tumbuh menjadi seseorang yang dewasa
dan memiliki pegangan hidup yang kuat. Dan apa
yang akan kita lakukan? Sebagai manusia yang dewasa kita harus bisa
menjalankan amanat yang beliau sampaikan kepada kita saat muda, yaitu jadilah
seseorang yang bermanfaat bagi sesama. Lakukanlah banyak hal yang membuat
perubahan ke arah yang lebih baik dalam masyarakat. Lakukanlah hal-hal yang
hebat dan berdampak pada lingkungan dimana kita tinggal. Dan lakukanlah segala
hal yang membuat ayah kita bangga atas apa yang kita perbuat kepada sesama.
Pada dasarnya setiap hal yang baik
adalah sesuatu yang pastinya akan membuat ayah kita tersenyum bangga atas
anaknya. Jadi, hanya lakukanlah hal yang
hebat dan baik saja.
Selanjutnya,
contoh di atas adalah bagaimana kita berperan sebagai manusia yang dewasa dan
bermanfaat bagi orang lain. Lalu apa
yang harus kita lakukan sebagai anak dari ayah? Seiring beliau menua dan
tidak bisa melakukan banyak hal seperti dulu lagi, maka jadilah kita sebagai “jembatan” bagi keinginan beliau untuk
tercapai. Karena pastinya setiap manusia memiliki cita-cita dan dari cita-cita
itu ada yang belum bisa terlaksana. Kita sebagai anaknya harus bisa
menjembatani dan membantu cita-cita ayah yang belum terlaksana itu. Sebagai
contoh, jika ayah ingin membangun sebuah panti asuhan dan keinginan tersebut
belumlah tercapai, maka kita sebagai
anak berkewajiban untuk mewujudkan cita-cita tersebut secara maksimal. Di
sisi lain kita juga harus merawat dan menyayangi beliau dengan sepenuh hati. Janganlah
mengharapkan yang muluk-muluk, rawatlah beliau, sayangilah beliau. Itulah hal
yang bisa kita lakukan sebagai anak yang berbakti kepada ayah.
Lalu
bagaimana jika kita tidak bisa menjadi “jembatan” cita-cita beliau untuk
tercapai? Kita pastinya tahu bahwa ayah
adalah sosok dan figur yang memiliki rasa kewibawaan dan kebijaksanaan yang
tinggi. Beliau tidak akan sedih bahkan jika keinginannya tidak bisa tercapai dengan baik. Yang perlu kita
lakukan hanya berusaha sebaik mungkin agar cita-cita tersebut bisa tercapai.
Masalah keinginan tersebut bisa tercapai dengan sukses ataupun gagal adalah hal
yang tidak terlalu penting. Karena yang
terpenting adalah usaha kita yang maksimal untuk mewujudkan keinginan dan
cita-cita ayah tercinta.
Dan
pesan terakhir dari Al untuk kita semua adalah jangan sampai lupa untuk
mendo’akan yang terbaik bagi ayahanda. Tidak
ada yang lebih baik dari do’a seorang anak yang sholeh/sholehah kepada
ayahandanya. Entah itu saat ayahanda masih hidup ataupun sudah meninggal.
Do’akanlah beliau dengan perasaan yang ikhlas. Bagi ayahandanya yang masih
hidup do’akanlah agar beliau tetap sehat dan dapat terus menemani kita dalam
waktu yang lama. Habiskanlah waktu dengan beliau dengan bercerita tentang
hal-hal yang beliau sukai (jangan malah bercerita hal yang aneh bagi beliau).
Rawatlah beliau dengan sepenuh hati karena kita
tidak akan pernah tahu kapan dan bagaimana waktu merenggut segalanya tanpa
pemberitahuan. Sekali lagi, do’akanlah dan rawatlah beliau.
Bagi
Al-reader yang telah ditinggal oleh ayahanda untuk selama-lamanya janganlah
bersedih hati. Beliau tetaplah hidup
sebagai jiwa pada diri Al-reader. Senangkanlah jiwa beliau dengan selalu
mendo’akannya agar bisa ditempatkan dalam tempat yang mulia. Tidak ada yang
lebih baik yang bisa kita lakukan selain mendo’akannya dalam kebaikan.
Lakukanlah hal-hal yang membuat beliau tersenyum lebar di alam sana. Bantulah
orang lain dan jadilah seseorang yang
bermanfaat bagi banyak orang, tentulah itu adalah sebuah harapan bagi
setiap ayah. Usahakanlah yang terbaik untuk mewujudkan harapan beliau yang
belum sempat tercapai. Dan jadilah sebuah “jembatan” yang kokoh, yang bisa
menjadi jalan bagi perubahan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Semoga kita bisa menjadi seorang anak yang sesuai dengan apa yang ayahanda
inginkan. Aamiin.
Mungkin
hanya itu yang bisa Al sampaikan pada kesempatan kali ini. Mohon maaf jika ada
kesalahan dalam tulisan dan penyampaian dalam postingan ini. Semoga dengan
penjelasan singkat yang Al tulis di atas tentang ayah bisa mengubah pandangan
kita kepada ayah untuk jauh lebih baik lagi. Karena tanpa jasanya kita tidak
akan bisa menjadi manusia seperti sekarang ini -manusia yang sukses dan
memiliki jabatan yang tinggi dalam masyarakat- dan tidak akan bisa bermanfaat
bagi sesama. Al tekankan sekali lagi
bahwa jasa-jasa beliau sangatlah besar untuk setiap dari kita.
Dan sekarang adalah waktunya Al
untuk membagikan sajak seperti sebelum-sebelumya. Sajak kali ini berjudul “Ayahku”, yang menceritakan betapa
besar jasa-jasa beliau kepada anaknya yaitu kita. Semoga bisa menginspirasi serta
bermanfaat, dan terimakasih atas perhatian dari Al-reader semua. Sampai jumpa
lagi di postingan selanjutnya. See you.
Ayahku
Fahd Al
Fauzi
Engkau pergi lewati tapal batas
demi sesuap nasi
Melawan kerasnya hidup yang terus
menghimpit tanpa ampun
Dengan banyakmya peluh menyelimuti
tubuh
Kau tetap tegar menghantam masa
Pundak yang semakin lapuk terus
kau paksa memanggul beban
Beban yang kini bak gunung
menjulang
Membuat punggung yang dulu tegak
sekarang membungkuk mendekat Illahi
Tatkala wajah tegasmu siratkan
kuatnya diri
Namun gurat-gurat halus yang
tergambar tak sedemikian menutupi
Pahitnya dunia selalu kau kecap
tanpa rasa keluh
Kaki yang dulu berlari gagah penuh
keyakinan sekarang hanya melangkah pelan lewati lika-liku zaman
Tangan yang dulu kekar
mencengkeram sekarang hanya mampu menggenggam dengan lemah
Seiring tubuh semakin redup
lintasi waktu
Kau ajarkan nilai lewat sebuah senyum
Tetap pada sebuah buku tebal yang
kau tunjuk sebagai pedoman
Buku yang kau lafal tiada henti
dengan suara merdu
Lantunan yang buat alam pun diam
sejenak meresapi
Sebagai benteng setia di dalam
hati
Wahai ayahku tercinta, tiada
terimakasih yang dapat membalas jasamu
Bahkan emas tak dapat membayar
peluhmu yang jatuh
Bahkan berlian pun tak bisa
mengganti air matamu yang menetes
Bahkan bergelimangnya uang tak
‘kan cukup membayar ilmu dari titahmu
Namun, perkenankanlah do’a yang
terucap lirih ini sepanjang malam
Do’a yang selalu keluar dari hati
dengan tetesan air mata
Berharap bisa membayar hutang
kepadamu
Walau ku tahu bahwa itu mustahil
‘tuk terjadi
Banyumas,
10 Juli 2016
Gambar
#Jangan
lupa share ya (ada di bawah sumber gambar) :)
Sumber gambar :
No comments:
Post a Comment